Home › Lingkungan › 314 Hektare Hutan Dalam Kawasan di Kampar Diduga Diperjual Belikan Secara Ilegal
314 Hektare Hutan Dalam Kawasan di Kampar Diduga Diperjual Belikan Secara Ilegal

Surat SKGR Terbit Dalam Kawasan Hutan
SEROJANEWS.COM, KAMPAR – Ratusan hektare kawasan hutan produksi terbatas (HPT) di Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, dilaporkan telah menjadi objek bisnis ilegal bagi sejumlah individu. Hal ini menimbulkan keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil.
Ketua Harian DPN Pemuda Tri Karya (PETIR), Berti Sitanggang, menyatakan bahwa penerbitan surat keterangan ganti rugi (SKGR) tanpa mengikuti regulasi yang berlaku merupakan tindakan melawan hukum. Ia menyebutkan bahwa aparat pemerintahan Desa dan Kecamatan diduga terlibat dalam praktik korupsi dengan menjual lahan di kawasan hutan, dilengkapi dengan SKGR yang tidak sah.
“SKGR yang dikeluarkan tidak sesuai aturan jelas merupakan pelanggaran hukum. Kawasan hutan dilindungi oleh undang-undang, sehingga tidak boleh dikuasai dan diperdagangkan dengan sembarangan,” tegas Berti dalam keterangannya kepada media pada Kamis (20/3/25).
Menurut informasi yang berhasil dihimpun Berti, seluas 314 hektare tanah di kawasan tersebut dijual dengan harga sekitar Rp 65 juta per hektare oleh oknum-oknum yang beraksi.
Dia menjelaskan bahwa lokasi-lokasi tersebut tercatat sebagai kawasan HPT berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK.903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016 terkait Kawasan Hutan Provinsi Riau, yang mencakup area seluas ± 5.406.992 hektare. Penegasan lebih lanjut diperoleh melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.6612/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/10/2021 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan hingga tahun 2020.
“Pertanyaan besarnya adalah, bagaimana Camat Kuok bisa menerbitkan SKGR untuk tanah-tanah yang jelas masih berstatus kawasan hutan? Padahal di KLHK, kawasan tersebut masih dikategorikan sebagai hutan,” ungkap Berti.
Ia juga menyoroti bahwa SKGR yang diterbitkan oleh Camat Kuok (HR) terhitung dari Januari hingga April 2024, menunjukkan adanya ketidakberesan dalam proses administrasi.
Sebelumnya, PETIR telah melaporkan dugaan praktik jual beli lahan serta penerbitan surat tanah dalam kawasan hutan milik negara kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Kampar pada awal Januari 2025. Namun, hingga saat ini, Berti mengaku belum mendapatkan kabar terkait perkembangan kasus tersebut.
Menanggapi hal ini, Kepala Seksi Intelijen Kejari Kampar, Jackson Apriyanto, mengonfirmasi bahwa laporan masyarakat sedang dalam proses penanganan. "Masih berproses ya bang, kita sudah terbitkan sprint ops (surat perintah operasi). Sedang pengumpulan bahan keterangan, nanti kita sampaikan kembali jika proses nya sudah selesai,” ujarnya secara singkat.
Kasus ini menambah daftar panjang isu penyalahgunaan wewenang dan penguasaan hutan yang membutuhkan perhatian serius dari penegak hukum untuk menjamin perlindungan lingkungan dan kepentingan masyarakat.
Komentar Via Facebook :