Home › Hukrim › Carut Marut Dibawah Pimpinan Kajari Batam, Kasus Tahanan Melarikan Diri, Vonis Bebas Hingga Pegawai Memeras
Carut Marut Dibawah Pimpinan Kajari Batam, Kasus Tahanan Melarikan Diri, Vonis Bebas Hingga Pegawai Memeras
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam, I Ketut Kasna Dedi
SEROJANEWS.COM, BATAM - Hampir 1 tahun 8 bulan menjabat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batam, I Ketut Kasna Dedi ternyata ada beberapa peristiwa diantaranya 2 orang tahanan atau terdakwa yang melarikan diri, 4 orang terdakwa yang divonis bebas dan atau vonis lepas hingga terdapat pegawai Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam yang memeras.
Seperti diketahui ada 2 orang tahanan atau terdakwa yang melarikan diantaranya Berman Sianipar dan Mahmoud Abdelaziz Mohamed (kapten kapal MT Arman 114).
Berman Sianipar merupakan seorang pelaku kejahatan di Kota Batam dalam perkara maling dan sudah berkali-kali keluar masuk penjara.
Berman Sianipar diciduk Polsek Batam Kota dan dilakukan proses penyidikan dalam perkara pencurian 1 unit kompresor di Kota Batam. Selanjutnya melalui proses hukum di Polsek Batam Kota membuat Berman Sianipar harus diserahkan ke pihak Kejari Batam.
Tepat di hari Rabu (03 April 2024) silam, pihak penyidik Polsek Batam Kota mengantarkan Berman kepada Kejari Batam. Penyerahan itu dilakukan pada pukul 14:30 WIB. Selanjutnya pihak Kejari Batam melalui jaksa penuntut umum (JPU) Arif Darmawan Wiratama menerima berkas perkara Berman Sianipar, barang bukti dan sosok Berman Sianipar sebagai pelaku pencurian untuk dilakukan penahanan lanjutan.
Jaksa Arif Darmawan Wiratama mengirimkan Berman Sianipar ke Rutan Kelas IIA Batam yang berlokasi di Barelang. Saat proses pengantaran Berman Sianipar ke Rutan Kelas IIA Batam ternyata dia berhasil menjebol pintu mobil tahanan Kejari Batam karena tidak dikawal polisi yang idealnya duduk di bagian belakang mobil tersebut.
Berman Sianipar Tahanan Kabur Dari Mobil Tahanan Kejari Batam.
Pelarian Berman Sianipar terjadi saat berada di jalan raya lampu merah Simpang Panbill Muka Kuning, Kecamatan Sungai Beduk. Setelah berhasil menjebol pintu mobil tahanan Kejari Batam, Berman Sianipar langsung melarikan diri ke Kawasan hutan Duriangkang.
Selanjutnya petugas Kejari Batam bersama-sama dengan pihak Kepolisian dari Polresta Barelang melakukan pencarian terhadap Berman Sianipar ke dalam hutan Duriangkang. Alhasil saat itu Berman Sianipar tidak diketemukan.
Sekitar pukul 18:30 WIB diketahui Berman Sianipar keluar dari hutan Duriangkang dengan santainya dan pergi ke Kampung Aceh yang berlokasi tidak jauh dari hutan tersebut.
Berman Sianipar meminta bantuan kepada teman-temannya yang berada di Kampung Aceh. Dari teman-temannya itu, Berman Sianipar mendapatkan sejumlah uang untuk bekal melarikan diri dan keluar dari Batam. Keesokan harinya Berman Sianipar tiba di Tanjung Pinang dan langsung membeli sejumlah pakaian untuk bekal pelarian dirinya dari kejaran aparat.
Berman Sianipar melarikan diri sampai ke Tapanuli Tengah, Sumut melalui jalur darat dan laut. Nyaris 1 bulan lamanya pihak Kejari Batam baru bisa mendeteksi keberadaan Berman Sianipar. Pada 30 April 2024 akhirnya Berman Sianipar berhasil diringkus oleh pihak Kejari Batam yang bekerjasama dengan Polresta Barelang dan Polres Tapanuli Tengah.
Selanjutnya Berman Sianipar diboyong ke Batam guna proses hukum lanjutan. Beruntung kala itu Berman Sianipar tidak dihadiahi timah panas dari penegak hukum saat peristiwa penangkapan itu terjadi.
Dalam proses hukumnya, Berman Sianipar dituntut oleh jaksa Arif Darmawan Wiratama dengan pidana penjara selama 5 tahun. Pembacaan tuntutan itu dilangsungkan pada 21 Mei 2024 silam.
Menurut Arif Darmawan Wiratama tuntutan yang cukup berat itu diberikan kepada Berman Sianipar karena sempat melarikan diri dan dia juga sudah berstatus residivis. Proses persidangan terhadap Berman Sianipar dilakukan secara online atau pihak Kejari Batam tidak menghadirkan sosoknya di ruang persidangan karena dikuatirkan akan melarikan diri.
Selanjutnya pada 30 Mei 2024 silam, PN Batam menjatuhkan vonis kepada Berman Sianipar dengan penjara selama 4 tahun dan 6 bulan. Vonis itu memang lebih manusiawi ketimbang tuntutan yang diberikan oleh Arif Darmawan Wiratama.
Mahmoud Abdelaziz Mohamed Nahkoda Kapal MT Arman 114 Yang Membuang Limbah B3 di Perairan Indonesia.
Sidang Terhadap Terdakwa Nahkoda Kapal MT Arman 114 Bernama Mahmoud Abdelaziz Mohamed di PN Batam.
Mahmoud Abdelaziz Mohamed didakwa oleh jaksa penuntut umum (JPU) Karya So Immanuel Gort dan Marthyn Luther telah melanggar Pasal 98 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Atau dakwaan kedua menerangkan bahwa Mahmoud Abdelaziz Mohamed juga bertentangan dengan Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Melalui proses hukum terdakwa Mahmoud Abdelaziz Mohamed dituntut oleh JPU Karya So Immanuel Gort dengan pidana penjara selama 7 tahun, denda 5 miliar rupiah subsider 6 bulan kurungan. Pembacaan surat tuntutan dilaksanakan pada 27 Mei 2024 silam.
Selanjutnya majelis hakim Pengadian Negeri (PN) Batam, Sapri Tarigan, Twis Retno Ruswandari dan Douglas RP Napitupulu menjadwalkan persidangan untuk pembacaan putusan pada 27 Juni 2024. Namun dalam persidangan itu terdakwa Mahmoud Abdelaziz Mohamed tidak hadir dalam ruang sidang yang ada di PN Batam sehingga sidang itu harus ditunda.
Sementara berdasarkan informasi yang dihimpun awak media ini ternyata Mahmoud Abdelaziz Mohamed sudah melarikan diri dan kabarnya sudah pergi melanglang buana keluar dari Indonesia.
Persidangan kedua kalinya untuk pembacaan vonis dilakukan pada 04 Juli 2024 silam. Lagi-lagi persidangan itu harus ditunda dengan alasan Mahmoud Abdelaziz Mohamed tidak hadir.
Setelah gagal kedua kalinya persidangan dengan agenda pembacaan vonis terhadap Mahmoud Abdelaziz Mohamed maka Sapri Tarigan menjadwal persidangan lanjutan pada hari Rabu (10 Juli 2024). Kali ini persidangan dilaksanakan dengan membacakan putusan walaupun Mahmoud Abdelaziz Mohamed tidak hadir di dalam ruang sidang.
Walaupun hanya kursi kosong yang dihadapan Sapri Tarigan, Twis Retno Ruswandari dan Douglas tetap saja persidangan itu masih dilanjutkan. Dalam persidangan itu terlihat hadir JPU Abdullah Muhammad Ihsan dan penasehat hukum terdakwa, Daniel Samosir.
Dalam persidangan itu, Sapri Tarigan mengatakan bahwa Mahmoud Abdelaziz Mohamed telah terbukti bersalah membuang limbah B3 sehingga membuat air laut di perairan Indonesia tercemar. Sapri Tarigan menyampaikan bahwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba telah melanggar Pasal 98 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba selama 7 tahun penjara, denda 5 miliar rupiah subsider 6 bulan kurungan,” kata Sapri Tarigan yang dihadapannya hanya kursi kosong.
Sapri Tarigan menetapkan barang bukti 1 unit kapal super tanker dengan nama MT Arman 114 berbendera Iran nomor IMO 9116912 dirampas untuk negara. Barang bukti minyak sebanyak 166.975,36 metrik ton juga turut dirampas untuk negara. Sampai sekarang ternyata I Ketut Kasna Dedi selaku pucuk pimpinan di Kejari Batam belum juga berhasil menangkap Mahmoud Abdelaziz Mohamed.
Sudah hampir satu tahun Mahmoud Abdelaziz Mohamed setelah divonis penjara selama 7 tahun, denda 5 miliar rupiah subsider 6 bulan kurungan namun masih belum bisa dijebloskan ke dalam penjara guna menjalani vonis tersebut.
Para Terdakwa yang Divonis Bebas atau Vonis Lepas oleh Pengadilan diantaranya:
Nurmian Manalu Divonis Lepas Oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia Terkait Perkara Penggelapan Sertifikat Tanah.
Nurmian Manalu dalam perkara penggelapan sertifikat tanah yang berlokasi di Kompleks Sinar Bulan Ratu Nomor 1 dan 2, RT 03 – RW 10 Bengkong Laut Kecamatan Bengkong, Kota Batam.
Nurmian Manalu (istri kedua dari Pendeta Benyamin Simorangkir) dituduh menggelapkan sertifikat tanah yang berlokasi di Kompleks Sinar Bulan Ratu Nomor 1 dan 2, RT 03-RW 10 Bengkong Laut, Kecamatan Bengkong. Sertifikat itu kabarnya milik dari Sharon Lee Mee Chyang yang merupakan istri pertama dari Pandeta Benyamin Simorangkir (almarhum).
Karena dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Nurmian Manalu membuat penyidik kepolisian dari jajaran Polreta Barelang langsung menahannya pada 30 April 2024 silam.
Selanjutnya pada 07 Mei 2024 silam, JPU Arif Darmawan Wiratama dan Abdullah menerima berkas perkara, barang bukti dan Nurmian Manalu.
Selanjutnya Nurmian Manalu dijebloskan ke dalam Lapas Perempuan Kelas II-B Batam.
Setelah diproses hukum oleh JPU Arif Darmawan Wiratama akhirnya perkara Nurmian Manalu bergulir ke PN Batam. Pada 22 Mei 2024 silam sidang pertama terhadap Nurmian Manalu dilaksanakan. Persidangan itu dipimpin oleh majelis hakim Welly Irdianto, Nora Gaberia Pasaribu dan Dina Puspasari.
Kala itu Nurmian Manalu didakwa oleh Arif Darmawan Wiratama melanggar Pasal 372 KUHPidana. Melalui proses di persidangan sampailah pada pembacaan tuntutan oleh JPU. Pembacaan tuntutan dilakukan pada 05 Agustus 2024 silam.
Dalam persidangan Arif Darmawan Wiratama menyebutkan bahwa Nurmian telah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan sebagaimana yang didakwakan kepada terdakwa yaitu melanggar Pasal 372 KUHPidana.
“Menuntut terdakwa Nurmian Manalu dengan pidana selama 1 tahun penjara,” ucap Arif Darmawan Wiratama.
Selanjutnya pada 12 Agustus 2024 silam, sidang pembacaan vonis dilaksanakan. Dalam persidangan itu, Welly Irdianto mengatakan bahwa Nurmian Manalu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan.
“Menjatuhkan pidana penjara kepada Nurmian Manalu dengan pidana selama 4 bulan penjara,” ujar Welly Irdianto.
Terhadap vonis yang diproduksi oleh PN Batam yang jelas lebih rendah dari tuntutan JPU membuat Arif Darmawan Wiratama langsung menyatakan sikap untuk banding.
Di tingkat banding di Pengadilan Tinggi (PT) Kepri yang berlokasi di Tanjung Pinang perkara Nurmian Manalu disidangkan oleh majelis hakim bernama Eliwarti (ketua majelis) dan Djoni Iswantoro, Firman.
Ketiga majelis hakim PT Kepri itu menghukum Nurmian Manalu dengan pidana penjara 6 bulan karena melakukan penggelapan sertifikat tanah milik Sharon Lee Mee Chyang atau istri pertama pendeta Benyamin Simorangkir. Pembacaan vonis itu dilakukan pada hari Rabu (09 Oktober 2024) silam.
Terhadap putusan PT Kepri itu masih belum memuaskan hasrat hukum jaksa Abdullah yang menggantikan peran jaksa Arif Darmawan Wiratama yang pada dasarnya menuntut Nurmian Manalu dengan pidana penjara selama 1 tahun. Terhadap hal tersebut JPU Abdullah mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berkantor di Jakarta.
Pengajuan permohon kasasi itu dilakukan pada 29 Oktober 2024 silam. Selanjutnya Abdullah baru mengirimkan memori kasasi pada 11 November 2024 silam ke Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai bukti keseriusannya untuk dapat menegakkan hukum sebagai perwakilan negara dalam membantu perjuangan korban Sharon Lee Mee Chyang.
Berselang beberapa hari setelah Abdullah mengajukan Kasasi maka penasehat hukum terdakwa Nurmian Manalu juga mengajukan permohonan kasasi juga. Pengajuan permohonan itu dilakukan pada 31 Oktober 2024 oleh Niko Nixon Situmorang. Selanjutnya Niko Nixon Situmorang mengirimkan memori kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 14 November 2024 silam sebagai bentuk untuk mendapatkan keadilan sejatinya bagi Nurmian manalu selaku kliennya.
Alhasil permohonan kasasi yang diajukan oleh penasehat hukum Nurmian Manalu dan Abdullah menemukan hasil yaitu suatu putusan dengan nomor 323 K/PID/2025.
Pembacaan vonis itu dipimpin oleh majelis hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia yang bernama Soesilo, Ainal Mardiah dan Noor Edi Yono, Senin (17 Februari 2025) silam.
Dalam putusan itu dinyatakan bahwa menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh jaksa Abdullah pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam selaku pemohon kasasi I dan mengabulkan permohonan kasasi II yang diajukan oleh Nurmian Manalu.
“Menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi I atau penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Batam tersebut. Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi II atau terdakwa Nurmian Manalu tersebut,” kata Soesilo.
Atas vonis dari Mahkamah Agung Republik Indonesia itu mendapatkan tanggapan langsung dari Niko Nixon Situmorang bahwa keadilan bagi kliennya datang terlambat.
“Klien kami dari awal sudah kami yakini tidak bersalah seperti tuduhan jaksa yang menuduh melakukan penggelapan sertifikat tanah milik istri pertama alamarhum Benyamin Simorangkir (Sharon Lee Mee Chyang). Sementara Nurmian Manalu juga istri kedua dari Benyamin Simorangkir. Kalau ada di awal pembagian harta warisan dari almarhum Benyamin Simorangkir yang menyebutkan bahwa objek perkara pidana itu diwariskan kepada Sharon Lee Mee Chyang barulah bisa Nurmian Manalu itu bersalah. Sampai dengan saat ini belum ada pembagian harta warisan antara ahli waris yang merupakan para istri almarhum selaku pewaris namun sudah bisa-bisanya memenjarakan klien kami. Dengan demikian penegak hukum yang menangani perkara klien kami dimungkinkan keliru,” kata Niko Nixon Situmorang saat ditemui di Batam Centre, Jumat (07 Maret 2025) silam.
Jufrizal Merupakan Seorang Terdakwa Yang Divonis Bebas Oleh PT Kepri, Tanjung Pinang Karena Tidak Terlibat Sindikat Peredaran Narkotika.
(Doc). Jufrizal perkara narkoba yang divonis bebas oleh PT Kepri
Berawal dari 18 Maret 2024 silam, terdakwa Jufrizal alias Ijal Bin Muhammad kasim (almarhum) pulang dari Malaysia melalui jalur gelap sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) Ilegal. Kedatangan terdakwa Jufrizal di Indonesia melalui Pelabuhan tikus yang ada di Kota Batam dan dijemput langsung oleh kawannya yang bernama Dika. Selanjutnya Dika membawa Jufrizal pulang ke kosannya (berlokasi di Kampung Aceh Muka Kuning, Sungai Beduk, Kota Batam) guna beristirahat karena sudah lelah.
Selanjutnya pada pukul 18:00 WIB ternyata Dika menjemput Jufrizal untuk berjalan-jalan keliling Kota Batam demi melakukan refreshing sembari menunggu istri Jufrizal yang berdomisili di Aceh mengirimkan uang untuk ongkos perjalanan Jufrizal yang hendak pulang ke kampung halamannya di Aceh menikamti liburan Idul Fitri.
Dika (DPO) mengajak Jufrizal keliling Kota Batam dengan menunggangi sepeda motor. Keduanya tiba di warung mie Aceh yang berlokasi di Jodoh dan kala itu Jufrizal perutnya sudah kelaparan lalu dia meminta kepada Dika untuk berhenti sejenak supaya bisa makan. Keduanya sempat menikmati makanan untuk mengisi perut yang sudah keroncongan dengan memakan masakan Aceh yang ada di warung itu. Setelah makan, Dika berpamitan untuk ketemu rekannya dan meminta Jufrizal menunggu di tempat tersebut.
Tidak berselang lama ternyata Dika sudah kembali ke tempat itu bersama-sama dengan temannya yang bernama Yosda Afrianda. Kedatangan Yosda Afrianda kala itu menggunakan sepeda motor miliknya sendiri. Selanjutnya Dika memerintahkan Jufrizal supaya pergi bersama Yosda Afrianda. Atas perintah dari Dika membuat Jufrizal langsung duduk di belakang Yosda Afrianda yang mengemudikan sepeda motor tersebut. Saat berada di tengah perjalanan Jufrizal sempat menanyakan kepada Yosda Afrianda perihal arah dan tujuan perjalanan mereka.
Namun Yosda Afrianda menerangkan bahwa mereka hanya pergi membeli makanan. Memang betul saat itu Yosda Afrianda bersama dengan Jufrizal memacu sepeda motornya ke Alfamart yang ada di Kawasan Perumahan Baloi Centre, Kecamatan Lubuk Baja. Yosda Afrianda turun dari sepeda motornya untuk membeli makanan di Alfamart tersebut.
Setelah membeli makanan yang dibungkus menggunakan plastik kresek Alfamart maka Yosda Afrianda kembali mengendarai sepeda motornya. Yosda Afrianda dengan membonceng Jufrizal langsung memacu sepeda motornya untuk berkeliling di Kawasan Perumahan Baloi Centre. Kala itu Jufrizal kembali bertanya kepada Yosda Afrianda perihal tujuan mereka selanjutnya.
Pertanyaan Jufrizal langsung dijawab oleh Yosda Afrianda bahwa mereka harus mengantarkan makanan yang dibelinya itu di Alfarmat ke salah satu rumah temannya yang berlokasi di Kawasan Perumahan Baloi Permai.
Supaya Jufrizal tidak banyak bertanya maka Yosda Afrianda memberikan sebungkus makanan. Jufrizal yang berada di boncengan sepeda motor itu langsung menikmati makanan yang diberikan oleh Yosda Afrianda.
Namun setelah makanan itu habis disantap Jufrizal mmembuat dirinya kembali bertanya perihal maksud dan tujuan perjalanan mereka kala itu. “Memang mau kemana kita, abang? Dari tadi kita mutar-mutar di perumahan ini. Sudah malam loh ini, abang. Nanti kita dipikir orang maling dan dihajar warga nanti. Kalau tidak jelas tujuan kita maka turunkan saja saya di depan Alfamart tadi (tempat mereka membeli makanan) biar abang saya tunggu di situ saja,” kata Jufrizal dalam persidangan di PN Batam.
Hal senada juga disampaikan oleh Yosda Afrianda sebagai simbol bahwa itulah fakta kejadian yang terjadi kala itu. Selanjutnya atas permintaan Jufrizal membuat Yosda Afrianda memacu sepeda motornya ke depan Alfamart. Jufrizal langsung turun dan menunggu Yosda Afrianda di lokasi Alfamart tersebut. Seketika itu juga, Yosda Afrianda langsung pergi meninggalkan Jufrizal di Kawasan Alfamart Perumahan Baloi Permai.
Yosda Afrianda menuju Perumahan Baloi Center Blok A Nomor 04 yang diketahui sebagai rumah transaksi sabu-sabu dengan Richo Adiguna (nama samara seorang anggota Polisi di Unit Narkoba Polresta Barelang). Selanjutnya Yosda Afrianda memasukkan narkoba jenis sabu-sabu seberat 48,15 gram (gr) ke dalam plastik makanan yang dibelinya di Alfamart. Saat Yosda Afrianda menyerahkan plastik yang berisi makanan dan sabu-sabu sebagai barang bukti tindak pidana kepada Richo Adiguna maka terjadilah penangkapan.
Saat penangkapan terhadap Yosda Afrianda maka petugas kepolisian sempat bertanya perihal keberadaan Jufrizal. “Dimana temanmu satu lagi? Tadi kalian dua orang satu motor,” kata Yosda Afrianda dalam persidangan di PN Batam kala itu. Karena merasa bersalah dan ada rasa ketakutan dalam diri Yosda Afrianda membuat dirinya menyebutkan lokasi Jufrizal.
“Teman saya ada di Alfamart,” ucap Yosda Afrianda.
Seketika itu petugas kepolisian yang lainnya langsung bergegas ke Alfamart untuk menciduk Jufrizal.
Selanjutnya Jufrizal digelandang oleh beberapa orang polisi ke Polresta Barelang. Saat tiba di Polresta Barelang barulah Jufrizal bertemu dengan Yosda Afrianda. Jufrizal dimintai keterangan oleh polisi di Polresta Barelang. Namun karena dirinya sama sekali tidak mengetahui aksi transaksi narkoba antara Yosda Afrianda dengan Richo Adiguna maka dirinya dipukul oleh polisi. Bahkan Jufrizal juga kena sulut api rokok dan juga kena setrum oleh penyidik (keterangan Jufrizal saat persidangan di PN Batam).
Namun seakan-akan keterangan Jufrizal dalam persidangan tidak dipercayai oleh JPU Tri Yanuarty Sembiring dan Nani Herawati sehingga harus menghadirkan Aipda Muzirwan (selaku penyidik perkara Jufrizal di Polresta Barelang) di persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim PN Batam, Douglas RP Napitupulu, Yuanne Marietta Rambe dan Andi Bayu Mandala Putera Syadli.
Pada persidangan yang dilaksanakan 04 September 2024 silam, Aipda Muzirwan membantah bahwa dirinya dan penyidik di Polresta Barelang telah melakukan kekerasan fisik terhadap Jufrizal. Bahkan dirinya sempat memberikan minum teh botol kepada Jufrizal saat pemeriksaan dilakukannya. Seakan-akan untuk membantah keterangan Aipda Muzirwan maka dalam persidangan lanjutan terlihat penasehat hukum Jufrizal bernama Rano Iskandar Sirait, Yudi serta Eric Kandow menyuruh kliennya membuka baju dan menunjukkan punggungnya kepada Douglas, Yuanne dan Andi.
Memang kala itu terlihat punggung Jufrizal dipenuhi dengan bercak-bercak putih yang kabarnya merupakan bekas setrum listrik yang digunakan untuk menyiksa atau melakukan kekerasan fisik. Tepat pada 23 September 2024 silam, Jufrizal dan Yosda Afrianda dilakukan penuntutan. Dalam persidangan Try Yanuarty Sembiring menuntut Yosda dengan pidana penjara selama 11 tahun, denda sebesar Rp. 5.623.750.000 subsider 9 bulan kurungan. Dalam persidangan yang sama ternyata Jufrizal juga dituntut oleh Try Yanuarty Sembiring dengan pidana penjara 8 tahun, denda sebesar Rp. 5.623.750.000 subsider 9 bulan kurungan.
Tuntutan terhadap terdakwa Jufrizal jelas-jelas lebih ringan ketimbang tuntutan yang dialamatkan JPU kepada Yosda Afrianda seakan-akan menjadi indikator bahwa jaksa ragu dalam menyatakan Jufrizal bersalah karena terlibat membantu atau turut serta dalam sindikat peredaran gelap narkoba di wilayah hukum Negara Indonesia terkhususnya di Kota Batam.
Selanjutnya pada hari Senin (21 Oktober 2024) silam sidang pembacaan vonis Yosda Afrianda dilaksanakan.
Majelis hakim PN Batam menghukum Yosda Afrianda dengan pidana penjara selama 11 tahun, denda sebesar Rp. 5.623.750.000 subsider 9 bulan kurungan. Ini menjadi indikator bahwa Douglas RP Napitupulu, Yuanne Marietta Rambe dan Andi Bayu Mandala Putera Syadli sangat yakin bahwa Yosda Afrianda telah melakukan permufakatan jahat, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 gram sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 Ayat 2 juncto pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sidang pembacaan vonis terhadap Jufrizal dilakukan pada hari Rabu (06 November 2024). Dalam persidangan surat putusan itu dibacakan Douglas RP Napitupulu (ketua majelis). Douglas RP Napitupulu menghukum Jufrizal hanya 7 tahun penjara, denda sebesar Rp. 5.623.750.000 subsider 8 bulan kurungan.
Vonis itu jelas lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut Jufrizal dengan pidana penjara selama 8 tahun, denda sebesar Rp. 5.623.750.000 subsider 9 bulan kurungan. Vonis itu dinilai menjadi indikator keraguan-raguan majelis hakim PN Batam yang memutus perkara pidana terdakwa Jufrizal. Karena hal itu membuat tim penasehat hukum Jufrizal langsung menyatakan diri untuk mengajukan langkah hukum lanjutan yaitu banding ke PT Kepri.
Permohonan pernyataan banding Jufrizal itu dibuat oleh Yudi Wijaya pada hari Rabu (11 November 2024) silam. Dengan demikian maka jaksa Try Yanuarty dan Nani Herawati sebagai pihak terbanding di PT Kepri. Berselang hanya beberapa hari kemudian, tepatnya pada 18 November 2024 advokat Yudi Wijaya menyerahkan memori banding Jufrizal ke PT Kepri melalui PN Batam. Namun sebelumnya jaksa Nani Herawati lebih dulu menyerahkan memori kontra banding ke PT Kepri sebagai pihak terbanding (14 November 2024) silam.
Terhadap permohonan banding yang diajukan oleh Jufrizal itu ternyata PT Kepri menunjuk majelis hakim bernama Djoni Iswantoro (ketua majelis) dan Morgan Simanjuntak, IG Eko Purwanto. Sidang pembacaan vonis perkara terdakwa Jufrizal dilakukan pada hari Jumat (17 Januari 2025) silam. Dalam vonis itu dinyatakan bahwa Jufrizal tidak bersalah sehingga harus segera dibebaskan dari dalam penjara usai dibacakan putusan dengan Nomor 273/PID.SUS/2024/PT TPG.
“Menerima permintaan banding dari penasihat hukum dan penuntut umum tersebut. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Batam Nomor 477/Pid.Sus/ 2024/PN Btm tanggal 6 November 2024, yang dimintakan banding tersebut. Menyatakan terdakwa Jufrizal alias Jal Bin Muhammad Kasim Almarhum tersebut di atas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif ke satu dan dakwaan alternatif kedua. Membebaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari seluruh dakwaan penuntut umum. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” ujar Djoni Iswantoro dalam persidangan yang diadili sendiri.
Walaupun putusan bebas sudah dibacakan oleh PT Kepri supaya Jufrizal segera dibebaskan namun I Ketut Kasna Dedi yang merupakan pemimpin di Kejari Batam tidak kunjung Jufrizal dari dalam penjara.
Kejari Batam baru membebaskan Jufrizal dari dalam Rutan Kelas IIA Batam pada 06 Februari 2025 silam setelah diberitakan media di Kota Batam. Atas peristiwa itu maka membuat kepala seksi pidana umum (Kasi Pidum) Kejari Batam, Iqram Syahputra mengatakan bahwa pihaknya tidak bisa mengeksekusi Jufrizal karena belum mendapatkan relaas putusan dari PT Kepri.
Jawaban yang disampaikan oleh Iqram Syahputra itu terkesan bertentang dengan vonis PT Kepri dan tergolong merampas hak asasi manusia yang melekat di dalam diri Jufrizal yang ternyata sampai saat ini tidak bersalah melakukan tindak pidana seperti dalam dakwaan JPU Try Yanuarty Sembiring dan Nani Herawati. Terhadap vonis bebas yang diberikan PT Kepri kepada Jufrizal menstimulus Try Yanuarty Sembiring dan Nani Herawati langsung mengajukan Kasasi.
Bertepatan di hari dibebaskannya Jufrizal dari dalam Rutan Kelas IIA Batam (06 Februari 2025) silam diketahui Try Yanuarty dan Nani Herawati langsung menyatakan banding. Dengan demikian Jufrizal secara otomatis menjadi pihak terbanding. Selanjutnya Jufrizal sebagai pihak terbanding melalui penasehat hukumnya Yudi Wijaya mengirimkan memori kontra kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 12 Februari 2025 silam.
Memori kontra kasasi yang dibuat Yudi Wijaya (selaku pihak termohon kasasi, Jufrizal) baru diterima oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 07 Maret 2025. Terkesan dikejar waktu sehingga jaksa Try Yanuarty Sembiring dan Nani Herawati turut mengirimkan memori kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 13 Februari 2025. Sampai saat ini perkara Jufrizal masih berproses di Mahkamah Agung Republik Indonesia dan belum ada vonis yang dijatuhkan.
Roma Nasir Hutabarat Merupakan Seorang Terdakwa Perkara Penipuan Atau Perkara Penggelapan.
Sidang terdakwa Roma Nasir Hutabarat Dalam Perkara Penipuan dan Atau Penggelapan di PN Batam.
Perkara penipuan yang dilakukan oleh direktur PT Batam Riau Bertuah, Roma Nasir Hutabarat tercatat di PN Batam dalam perkara Nomor: 67/Pid.B/2024/PN Btm. Perkara tersebut disidangkan oleh majelis hakim PN Batam, Benny Yoga Dharma (ketua majelis) dan David P Sitorus, Monalisa Anita Theresia Siagian. Persidangan untuk pembacaan dakwaan diselenggarakan pada 02 Februari 2024 silam. Kala itu, JPU Karya So Immanuel Gort mendakwa Roma Nasir Hutabarat telah melakukan penipuan atau penggelapan.
Bahwa berawal pada sekira tahun 2003 terdakwa menjabat sebagai Direktur PT Batam Riau Bertuah. Perusahaan itu bergerak dalam bidang developer dan kontraktor.
Selanjutnya terdakwa selaku Direktur PT Batam Riau Bertuah pada 18 Desember 2015 ada melakukan kerjasama dengan Koperasi Konsumen Karyawan BP Batam terkait pengembangan pembangunan Ruko Bida Trade Center yang beralamat di depan Pintu 3 Kelurahan Mangsang Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam – Provinsi Kepulauan Riau sesuai dengan surat perjanjian kerjasama yang dibuat di Notaris Arunee Olivia Depary dengan nomor akta 07.
Luas alokasi lahan yang digunakan untuk membuat Ruko Bida Trade Center (BTC) sekitar 1,3 hektare (Ha). Terdakwa melalui perusahaannya membangun 74 ruko di atas lahan tersebut. Selanjutnya 18 kios dan 16 unit meja diberikan kepada koperasi karyawan BP Batam dan sisanya milik PT Batam Riau Bertuah untuk diperjualbelikan.
Setelah itu, Roma Nasir Hutabarat melalui PT Batam Riau Bertuah menjual kepada masyarakat yang merupakan konsumen. Dari hasil proses transaksi pembelian yang dilakukan oleh para konsumen terjadilah kelebihan pembayaran sekitar sekitar Rp. 318.900.000 dari total 10 orang pembeli yang mengaku sebagai korban penipuan atau penggelapan tersebut. Akibat transaksi tersebut konsumen atas nama Ruslan mengalami kerugian sebesar Rp. 24.450.000 dan Karmuda Gultom mengalami kerugian sebesar Rp. 22.150.000.
Selanjutnya Munir mengalami kerugian sebesar Rp. 21.950.000 dan Dosmaria Panggaribuan mengalami kerugian sebesar Rp. 60.000.000. Selain itu masih ada Santi Dewi mengalami kerugian sebesar Rp. 23.450.000 serta Savri Hendri mengalami kerugian sebesar Rp. 19.400.000. Ditambah lagi konsumen atas nama Darwin HS mengalami kerugian sebesar Rp. 64.850.000 dan Bandarta Ras mengalami kerugian sebesar Rp. 19.400.000 serta konsumen bernama Erniwaty Sihotang mengalami kerugian sebesar Rp. 19.400.000 serta Darsudi mengalami kerugian sebesar Rp. 43.850.000.
Tepat pada 02 Mei 2024 silam, Karya So Immanuel Gort menuntut Roma Nasir Hutabarat dengan pidana penjara selama 1 tahun karena melakukan tindak pidana penipuan.
“Terdakwa Roma Nasir Hutabarat bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 378 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHPidana,” kata Karya So Immanuel Gort.
Dalam perjalanan perkara itu, Roma Nasir Hutabarat divonis lepas atau ontslag van rechtsvervolging karena menurut Benny Yoga Dharma bahwa perbuatan tersebut bukan kategori tindak pidana melainkan hal tersebut adalah tindakan atau perbuatan yang dikategorikan perdata. Pembacaan vonis itu dilakukan pada hari Senin (13 Mei 2024) silam. Namun karena vonis terhadap Roma Nasir Hutabarat itu membuat para korban menjadi rusuh sebab keberatan atas vonis tersebut.
JPU Karya So Immanuel Gort yang merupakan perwakilan para korban langsung mengajukan kasasi berdasarkan aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Tercatat pada 17 Maret 2024 silam, Karya So Immanuel Gort mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Dengan demikian Roma Nasir Hutabarat berstatus sebagai termohon kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Karya So Immanuel Gort melayangkan memori kasasi pada 30 Mei 2024 silam. Selanjutnya Roma Nasir Hutabarat sebagai termohon kasasi juga mengirimkan memori kasasi melalui penasehat hukumnya, Niko Nixon Situmorang pada 04 Juni 2024 silam.
Perkara dugaan penipuan atau penggelapan yang menjerat Roma Nasir Hutabarat itu disidangkan oleh majelis hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia bernama Desnayeti M (ketua majelis) dan Yohanes Priyana, Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Pada 19 Juni 2024 silam, sidang pembacaan putusan dilaksanakan. Desnayeti M mengatakan bahwa Roma Nasir Hutabarat tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan atau penggelapan seperti yang didakwakan oleh Karya So Immanuel Gort.
“Menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh JPU pada Kejari Batam selaku pemohon. Melepaskan terdakwa Roma Nasir Hutabarat dari segala dakwaan dan tuntutan,” ucap Desnayeti.
Dengan adanya putusan nomor 1253 K/PID/2024 maka Roma Nasir Hutabarat bukan lagi sebagai tersangka dan atau sebagai terdakwa karena sudah divonis Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak melakukan penipuan atau penggelapan yang merugikan 10 orang konsumen PT Batam Riau Bertuah.
Riki Lim Seorang Terdakwa di PN Batam Dalam Perkara Penghancuran Atau Perusakan Barang (perkara nomor 745/Pid.B/2023/PN Btm)
Terdakwa Riki Lim Saat Sidang di Pengadilan Negeri (PN) Batam Dalam Perkara Penghancuran Atau Pengrusakan Parang.
Perkara penghancuran atau pengrusakan barang yang diduga dilakukan oleh terdakwa Riki Lim ternyata dilaporkan Lufkin Conitra dikenal sebagai direktur PT Putra Padu Mitra Jaya. Bermula pada September 2014 silam, Riki Lim melalui PT Glory Point melakukan pematangan lahan di Komplek Industrial Park 2000 Batam Center yang bersebelahan dengan bangunan gudang milik PT Putra Padu Mitra Jaya. PT Glory Point yang dipimpin oleh terdakwa Riki Lim selaku direktur dalam melakukan pematangan lahan itu ternyata ada kelalaian sehingga membuat tembok dan pagar milik PT Putra Padu Mitra Jaya tumbang atau roboh.
Karena tumbangnya tembok dan pagar milik PT Putra Padu Mitra Jaya membuat Lufkin Konitra menghubungi Riki Lim guna meminta pertanggungjawabannya. Selanjutnya Riki Lim berusaha memperbaikinya.
Riki Lim membangun batu miring untuk menahan tanah dan tembok di lahan PT Putra Padu Mitra yang sempat roboh. Namun batu miring dan tembok yang dibangun oleh Riki Lim itu kembali ambruk. Karena situasi itu membuat Lufkin Conitra menggugat Riki Lim secara perdata ke PN Batam hingga ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Namun hasilnya terkesan tidak memuaskan hati Lufkin Conitra yang terlanjur membara sehingga harus melaporkan Riki Lim kepada pihak Kepolisian. Riki Lim ditetapkan menjadi tersangka penghacuran atau pengrusakan barang milik PT Putra Padu Mitra. Melalui proses hukum sampailah Riki Lim menjadi terdakwa di PN Batam. Pada 26 Oktober 2023 silam, Riki Lim didakwa oleh JPU, Arif Darmawan Wiratama dan Marthyn Luther telah melakukan penghancuran atau pengrusakan barang milik Lufkin Conitra. Persidangan itu dipimpin oleh majelis hakim PN Batam, David Sitorus (ketua majelis) dan Benny Yoga Dharma, Monalisa Anita Theresia Siagian.
Arif Darmawan Wiratama mendakwa bahwa perbuatan Riki Lim selaku direktur PT Glory Point yang diduga telah merobohkan tembok dan pagar milik PT Putra Padu Mitra tergolong perbuatannya sebagai perbuatan pidana yang tertuang dalam Pasal 406 ayat 1 KUH Pidana. Selanjutnya pada 29 November 2024 sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi. Dalam persidangan itu Arif Darmawan Wiratama berhasil menghadirkan Lufkin Conitra.
Lufkin Conitra menyebutkan bahwa dirinya mewakili perusahaan mengalami kerugian sekitar 100 juta rupiah akibat tumbangnya tembok dan pagar PT Putra Padu Mitra.
Lufkin Conitra menyebutkan bahwa semua kerugian yang dialaminya merupakan dampak dari pekerjaan yang dilakukan oleh Riki Lim sebagai pimpinan PT Glory Point dalam melakukan pematangan lahan.
Namun dalam persidangan itu, Lufkin Conitra mau berdamai setelah dimohonkan oleh Riki Lim.
Saat itu juga Riki Lim berjanji akan memperbaiki semuanya termaksud juga hubungannya dengan pihak PT Putra Padu Mitra. Tepat pada 20 Maret 2024 sidang pembacaan tuntutan terhadap Riki Lim dilaksanakan. Saat itu Riki Lim dituntut oleh Arif Darmawan Wiratama dengan pidana penjara selama 1 tahun karena telah merubuhkan tembok PT Putra Padu Mitra.
“Menyatakan terdakwa Riki Lim alias Riki bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain sebagaimana yang didakwakan kepada tegrdakwa yaitu melanggar Pasal 406 ayat 1 KUHPidana,” ujar Arif Darmawan Wiratama.
Selanjutnya pada 13 Mei 2024 sidang pembacaan vonis terhadap Riki Lim dilakukan. Ketua majelis hakim PN Batam, David Sitorus menyimpulkan bahwa perbuatan Riki Lim bukanlah kategori tindak pidana. Sehingga sudah selayaknya Riki Lim haruslah dilepaskan.
“Menyatakan terdakwa Riki Lim tersebut di atas terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana. Melepaskan terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” kata David Sitorus.
Terhadap vonis tersebut membuat JPU Arif Darmawan Wiratama dan Marthyn Luther mengajukan kasasi. Pernyataan kasasi itu dinyatakan oleh Arif Darmawan Wiratama pada 20 Mei 2024 silam. Dengan demikian maka Arif Darmawan Wiratama sebagai pihak pemohon kasasi. Selanjutnya Riki Lim sebagai pihak termohon kasasi.
Arif Darmawan Wiratama menyerahkan memori kasasi pada 06 Juni 2024 silam. Sebagai pihak termohon kasasi Riki Lim melalui penasehat hukumnya, Hermanto Tambunan juga mengirimkan memori kontra kasasi pada 05 Juni 2024 silam. Selanjutnya perkara penghancuran atau perusakan barang yang diduga dilakukan oleh terdakwa, Riki Lim disidangkan majelis hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia, Soesilo (ketua majelis) dan Sugeng Sutrisno, Sigid Triyono. Sidang pembacaan vonis dilakukan pada 20 Agustus 2024 silam. Dalam persidangan itu Soesilo mengatakan bahwa pihaknya menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh JPU dari Kejari Batam.
Dengan demikian maka jelaslah Riki Lim bukan ada melakukan tindak pidana penghancuran atau pengrusakan barang seperti dalam dakwaan JPU.
Pegawai Kejari Batam Memeras Pemilik Mobil yang Menjadi Barang Bukti Perkara Narkoba yang Menjerat Terdakwa Ahmad Faisal
Pegawai Kejari Batam bernama Arthur Siregar melangsungkan praktek pemerasannya kepada Wahyu Pratama selaku pemilik rental mobil yang merentalkan mobilnya kepada terdakwa Ahmad Faisal (perkara nomor (perkara nomor 157/Pid.Sus/2025/PN Btm) dalam perkara narkotika. Wahyu Pratama itu mengaku bahwa mobil yang menjadi barang bukti dalam perkara yang menjerat Ahmad Faisal merupakan miliknya pribadi. Namun dalam proses kredit di finance yang menjadi pemohonnya adalah Bapaknya yang bernama Irwanda.
“Bapak yang mengajukan kredit di leasing sehingga nama orangtuaku yang tercantum di BPKB dan STNK mobil tersebut,” kata Wahyu Pratama saat ditemui di kafe Spacy yang berlokasi di Nagoya, Lubuk Baja – Kota Batam, Kami (08 Mei 2025) silam.
Wahyu Pratama mengaku hadir di persidangan perkara Ahmad Faisal sebagai saksi pemilik barang bukti mobil Honda Brio itu. “Kala itu saya mengaku sebagai pemilik barang bukti mobil tersebut. Namun dilakukan pengecekan dokumen ternyata yang tertera di fotokopi BPKB dan STNK itu nama bapakku. Lalu saya dimarahi dalam persidangan itu supaya tidak mengaku-ngaku sebagai pemilik mobil itu. Karena saya tidak terima dengan kata-kata itu maka saya ingin memanggil bapakku yang berada di luar ruang sidang supaya ikut memberikan kesaksian terkait kepemilikan mobil barang bukti mobil itu. Namun saya dilarang sehingga tidak bisa memanggil bapakku,” ucap Wahyu Pratama.
Selanjutnya Wahyu Pratama merasa tidak dipersulit saat persidangan sehingga datang menemui Arthur Siregar yang merupakan staff jaksa Adjudian Syafitra yang merupakan jaksa pada Kejari Batam.
“Saya minta tolong ke Arthur Siregar supaya bisa membantu untuk mendapatkan mobil yang menjadi barang bukti itu. Saat itu saya menawarkan uang 5 juta rupiah supaya dibantu. Namun dia minta uang di angka 11 juta rupiah. Saya tidak punya uang segitu jadi kami negosiasi. Dia menyebutkan uang itu diperuntukkan untuk hakim PN Batam yang menyidangkan terdakwa Ahmad Faisal,” kata Wahyu Pratama.
Wahyu Pratama juga menyebutkan bahwa dirinya juga merekam pembicaraan dengan pegawai honor pada Kejari Batam itu dan mengirimkan kepada wartawan.
Karena berita tentang pemerasan yang dilakukan oleh Arthur Siregar itu mencuuat maka I Ketut Kasna Dedi selaku Kajari Batam langsung memecatnya sebagai pegawai di Kejari Batam. Keras dugaan aksi pemerasan yang dilakukan Arthur Siregar itu disinyalir telah berkonspirasi dengan jaksa yang menangani perkara a quo.
Selanjutnya pada 18 Mei 2025 silam, Wahyu Pratama dan Irwanda serta ditemani wartawan mendatangi Kejari Batam untuk menanyakan perihal barang bukti Mobil Honda Brio yang menjerat terdakwa Ahmad Faisal. Dalam pertemuan itu terlontar suatu pertanyaan seorang wartawan kepada Gustian Juanda Putra.
Apakah Pemilik Barang Bukti Mobil Honda Brio Merah BP 1746 QG Harus Membayar 11 Juta Rupiah Seperti Yang Dimintakan Oleh Arthur Selaku Pegawai Honor Kejari Batam?
Mobil Milik Wahyu Pratama Selaku Pemilik Rental Mobil di Batam Yang Diperas Oleh Pegawai Kejari Batam, Arthur Siregar.
“Jangan lagi dibahas tentang Arthur! Saya akan usahakan untuk meminta supaya majelis hakim menghadirkan saksi Irwanda terkait barang bukti itu,” kata Gustian Juanda Putra.
Anehnya lagi jaksa Gustian Juanda Putra melarang wartawan untuk mengambil foto pertemuannya dengan Wahyu Pratama, Irwanda.
Karena peristiwa pemerasan yang dilakukan oleh Arthur Siregar itu membuat awak media ini melakukan konfirmasi kepada Kajari Batam, I Ketut Kasna Dedi. Apa benar pegawai Kejari Batam bernama Arthur telah diberhentikan sebagai pegawai honorer di Kejari Batam?
“Sudah diberikan sanksi pemberhentian. Dia sudah kita berhentikan dari Kejari Batam,” ucap I Ketut Kasna Dedi sembari menunjukkan jempol tangan kanannya kepada wartawan saat ditemui di Kantor Walikota Batam usai acara pemusnahan sabu-sabu seberat 2 Ton oleh Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, Kamis (12 Juni 2025).






Komentar Via Facebook :